Pengaruh penggunaan kosurfaktan terhadap pembentukan emulsi fasa tengah pada surfaktan kayu cemara
A BSTRAKPENGARUH PENGGUNAAN KOSURFAKTAN TERHADAP PEMBENTUKAN EMULSI FASA TENGAH PADA SURFAKTAN KAYU CEMARANur Fadillah Yanmar NIM: 071001900075Program Studi Sarjana Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, IndonesiaPenggunaan sumber daya alam minyak dan gas bumi terus mengalami peningkatan sehingga perlu dilakukan usaha peningkatan produksi migas. Metode Enhanced Oil Recovery (EOR) yang merupakan produksi minyak tahap lanjut perlu dilakukan pada lapangan minyak tua dengan kandungan minyak yang masih tinggi. Metode EOR yang digunakan salah satunya adalah injeksi kimia dengan menggunakan surfaktan. Menginjeksikan surfaktan ke dalam reservoir diharapkan dapat menurunkan tegangan antar muka sehingga minyak dapat keluar bersama surfaktan yang di injeksikan. Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini adalah surfaktan SLS atau Sodium Lignosulfonate yang berbahasan dasar kayu cemara. Injeksi surfaktan dilakukan agar dapat membentuk emulsi fasa tengah agar terjadi penurunan tegangan antar muka. Ketika emulsi fasa tengah tidak terbentuk, maka perlu ditambahkan kosurfaktan sebagai pembantu surfaktan agar emulsi fasa tengah dapat terbentuk. Pada penelitian ini menggunakan metode laboratorium. Surfaktan SLS kayu cemara yang digunakan pada penelitian ini ada beberapa macam konsentrasi yaitu 0,3%, 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% dengan salinitas 110.000 ppm. Surfaktan ini di injeksikan pada core berea sintetis dengan porositas 19,2 % dan permeabilitas 150 md. Sampel minyak yang digunakan adalah minyak intermediate dengan 22,017 o API. Kosurfaktan yang digunakan pada penelitian ini adalah Etanol 96% konsentrasi 1%. Pengujian karakteristik surfaktan perlu dilakukan untuk mengetahui apakah surfaktan tersebut layak atau tidak untuk digunakan, ada beberapa macam uji karakteristik pada penelitian ini yaitu uji aqueos stability, uji kelakukan fasa, dan uji tegangan antar muka. Pada uji aqueos stability di dapatkan hasil pada surfaktan SLS kayu cemara konsentrasi 2% memiliki endapan dan tidak layak untuk di lanjutkan ke uji karakteristik yang selanjutnya. Pada Konsentrasi 0,3%, 0,5%, 1%, 1,5% dilanjutkan kepengujian berikutnya yaitu uji kelakukan fasa. Pada uji kelakuan fasa di dapatkan hasil bahwa pada konsentrasi 1% surfaktan SLS kayu cemara tidak dapat membentuk emulsi fasa tengah sehingga diperlukan kosurfaktan untuk terbentuknya emulsi fasa tengah sebesar 30,75%. Pada pengujian tegangan antar muka didapatkan hasil 3.529645 dyne/cm. selanjutnya pada pengujian core flood didapakan peningkatan recovery factor sebesar 0,45 % sehingga total recovery factor menjadi 36,24%. Pada penelitian ini penggunaan kosurfaktan terbukti dapat membantu pembentukan emulsi fasa tengah, sehingga meningkatkan recovery factor.Kata kunci: Enhanced Oil Recovery (EOR), SLS Surfaktan, Emulsi Fasa Tengah
A BSTRACTTHE EFFECT OF USING COSURFACTANT ON THE FORMATION OF MIDDLE PHASE EMULSION ON FIR WOOD SURFACTANTNur Fadillah Yanmar NIM : 0710001900075Study Program Of Petroleum Engineering Faculty Of Earth Technology and EnergiUniversitas Trisakti, Jakarta, IndonesiaThe utilization of natural resources such as oil and natural gas continues to increase, prompting efforts to enhance oil and gas production. One of the methods used for Enhanced Oil Recovery (EOR), an advanced stage of oil production, is chemical injection using surfactants. Injecting surfactants into the reservoir is expected to reduce interfacial tension, allowing oil to come out together with the injected surfactant. The surfactant used in this research is Sodium Lignosulfonate (SLS), derived from pine wood. The injection of surfactants aims to form a middle- phase emulsion to achieve a reduction in interfacial tension. When the middle- phase emulsion is not formed, the addition of a co-surfactant is necessary to assist the surfactant in forming the middle-phase emulsion. This study employs laboratory methods. The SLS surfactant from pine wood is tested at various concentrations: 0.3%, 0.5%, 1%, 1.5%, and 2%, with a salinity of 110,000 ppm. The surfactant is injected into synthetic Berea cores with a porosity of 19.2% and permeability of 150 md. Intermediate oil with an API gravity of 22.017 o is used as the oil sample. The co-surfactant used in this research is 96% ethanol with a concentration of 1%. Characterization testing of the surfactant is essential to determine its suitability for use. The research includes several characteristic tests: aqueous stability, phase behavior, and interfacial tension tests. The results of the aqueous stability test show that the 2% concentration of SLS surfactant from pine wood resulted in sedimentation and is deemed unsuitable for further characteristic tests. Concentrations of 0.3%, 0.5%, 1%, and 1.5% are continued to the next test, which is the phase behavior test. The phase behavior test shows that at a 1% concentration of SLS surfactant from pine wood, the middle-phase emulsion is not formed, requiring a co-surfactant to achieve a middle-phase emulsion of 30.75%. The interfacial tension test yields a result of 3.529645 dyne/cm. Subsequently, the core flood test shows an increase in the recovery factor by 0.45%, resulting in a total recovery factor of 36.24%. This research demonstrates that the use of a co- surfactant facilitates the formation of a middle-phase emulsion, thereby enhancing the recovery factor.Keywords: Enhanced Oil Recovery (EOR), SLS Surfactant, Middle Phase Emulsion, Co-surfactant