P Pemboran merupakan salah satu kegiatan penting dalam industri minyak dan gas, yang bertujuan untuk membuat lubang yang menghubungkan reservoir hidrokarbon dengan permukaan. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk membuktikan keberadaan hidrokarbon di dalam reservoir serta mengeksploitasi cadangan energi tersebut. Namun, dalam pelaksanaannya pemboran sering menghadapi berbagai tantangan teknis yang disebabkan oleh karakteristik formasi geologi yang beragam. Karakteristik formasi ini dapat mempengaruhi kelancaran operasi pemboran, sehingga diperlukan analisis dan strategi yang tepat untuk mengatasinya. Salah satu permasalahan umum yang sering dihadapi dalam proses pemboran adalah hilangnya lumpur pemboran, atau yang dikenal sebagai lost circulation. Hilang lumpur adalah hilangnya sebagian atau seluruh fluida pemboran ketika fluida pemboran meresap ke dalam formasi yang ditembus mata bor, umumnya akibat tekanan hidrostatik lumpur yang lebih tinggi daripada tekanan rekah formasi. Hal ini dapat menyebabkan penurunan volume lumpur dan mempengaruhi kestabilan pengeboran yang berpotensi mengganggu keseluruhan operasi. Ketidakseimbangan tekanan ini dapat menyebabkan formasi mengalami rekahan, sehingga lumpur pemboran masuk ke dalam celah-celah tersebut. Selain itu, jenis formasi yang ditembus juga dapat menjadi faktor utama yang memengaruhi terjadinya hilang lumpur. Sumur FWH-17, yang terletak di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, merupakan salah satu contoh kasus yang menghadapi permasalahan hilangnya lumpur pemboran. Sumur FWH-17 di bor secara berarah pada lapangan ME. Masalah yang terjadi pada sumur ini adalah hilang lumpur pada trayek 8 ½’’ pada kedalaman 1388 m-MD sampai dengan kedalaman 2473 m-MD. Untuk menganalisis penyebab permasalahan tersebut dilakukan berbagai perhitungan termasuk tekanan formasi, tekanan hidrostatik, tekanan rekah formasi, serta Equivalent Circulating Density (ECD). Hasil analisis menunjukkan bahwa hilangnya lumpur pada sumur ini bukan disebabkan oleh tekanan, namun karena nilai tekanan hidrostatik lumpur lebih kecil dibandingkan dengan tekanan rekah formasi. Dengan demikian, masalah ini bukan berasal dari tekanan lumpur yang melebihi batas rekah formasi, melainkan disebabkan oleh karakteristik geologi formasi Talang Akar. Formasi Talang Akar memiliki karakteristik unik, yaitu lubang pori yang besar dan struktur formasi yang menyerupai rongga atau gua-gua. Struktur ini memungkinkan lumpur pemboran meresap secara alami ke dalam rongga-rongga tersebut. Masalah ini menjadi tantangan yang harus ditangani dengan metode yang sesuai untuk mencegah kehilangan lumpur lebih lanjut. Penanggulangan hilang lumpur ini terdapat beberapa cara diantaranya penambahan Lost Circulation Material (LCM), metode Blind Drilling dan metode Aerated Drilling . Pada sumur FWH-17, dilakukan tindakan penanggulangan hilangnya lumpur pemboran dengan menambahkan Lost Circulation Material (LCM) ke dalam lumpur. Material yang digunakan meliputi CaCO3 F, CaCO3M, CaCO3 C, Fracseal, dan Stoploss. Penambahan material ini bertujuan untuk menyumbat rongga-rongga besar pada formasi, sehingga mampu mengatasi masalah hilangnya lumpur. Strategi ini efektif dalam meningkatkan efisiensi pemboran dan mencegah kerugian akibat kehilangan lumpur.Dengan penggunaan LCM yang tepat dan strategi penanganan yang sesuai, masalah hilang lumpur pada Sumur FWH-17 berhasil ditanggulangi. Penambahan LCM tidak hanya meningkatkan efisiensi pemboran, tetapi juga membantu mengurangi biaya tambahan yang mungkin timbul akibat kehilangan lumpur yang signifikan selama proses pemboran berlangsung. Keberhasilan ini memberikan bukti penting bahwa pemilihan metode yang tepat, material yang sesuai, dan strategi yang efisien dapat menjadi solusi efektif untuk menghadapi masalah hilang lumpur, terutama pada formasi dengan karakteristik kompleks seperti Talang Akar.