Tinjauan yuridis kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menentukan pergantian antar waktu anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia (Studi Kasus Riezky Aprilia dan Harun Masiku)
I Indonesia sebagai negara yang menganut demokrasi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan perwujudan demokrasi rakyat yang anggotanya dipilih oleh rakyat melalui Pemilihan Umum. Adakalanya anggota DPR atau calon anggota DPR yang telah memenangkan pemilu meninggal dunia, maka posisinya dapat digantikan oleh orang lain melalui prosedur Penggantian Antar Waktu (PAW) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kenyatannya, untuk menentukan pengganti PAW calon anggota DPR tersebut justru menimbulkan polemik. Polemik tersebut seringkali terjadi antara KPU dengan Partai Politik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimanakah mekanisme pergantian antar waktu Anggota DPR RI menurut peraturan perundang-undangan di bidang Pemilihan Umum? (2) Apakah kewenangan KPU dalam menentukan Harun Masiku sebagai Anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu telah sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tentang Pemilihan Umum? Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan, data diolah secara kualitatif dan penarikan kesimpulan menggunakan logika deduktif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa mekanisme Penggantian Antar Waktu (PAW) yang termuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan menyebutkan penentuan calon pengganti anggota DPR/DPRD berasal dari partai yang sama yang ditentukan berdasarkan urutan perolehan suara sah terbanyak berikutnya di Dapil yang sama. Kewenangan KPU dalam menentukan Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Pengantian Antar Waktu (PAW) telah sesuai dengan Pasal 426 ayat (3) Undang-Undang Pemilihan Umum, sedangkan upaya untuk menjadikan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI Pengantian Antar Waktu (PAW) tidak dapat dibenarkan karena bertentangan dengan Undang-Undang Pemilihan Umum.