Kajian kearifan lokal tanah ulayat dalam Rt Rw Kabupaten Manggarai
K Kearifan lokal merupakan perilaku yang bersifat umum dan berlaku dimasyarakat secara meluas, turun-temurun, akan berkembang menjadi nilai-nilaiyang dipegang teguh dan dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakanakal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek atauperistiwa yang terjadi dalam ruang tertentu.Manggarai merupakan salah satu daerah yang sampai sekarang masihmempertahankan nilai budaya serta kearifan lokal dan memegang teguh warisanbudaya tradisional. Dalam konteks pola tata ruang, ungkapan yang terkenaldalam budaya orang Manggarai adalah gendang one lingko peang yangmenggambarkan hubungan erat antara dua ruang kebudayaan yaitu tempattinggal (gendang) dengan tanah ulayat (lingko). Dalam hal ini, tanah ulayatdihargai sebagai milik bersama yang harus dihargai keberadannya. Penghargaanini tampak dalam kesepakatan bersama untuk tidak boleh menjual tanah ulayat,tidak boleh merusakkan tanah tersebut selain dengan menggunakannya untuksesuatu yang produktif seperti memanfaatkannya sebagai lahan pertanian. Seiringekspansi kapitalisme keberadaan tanah ulayat di Manggarai sebagai salah satubentuk kearifan lokal, sudah mulai terancam. Betapa tidak, eksplorasipetambangan yang sudah mulai meraja lela di wilayah Manggarai sudah pelanpelanmencaplok tanah ulayat orang Manggarai.Bagaimana posisi tanah ulayat dalam RTRW kabupaten Manggarai?Dalam RTRW, tanah ulayat tidak dinyatakan secara jelas, padahal sasarandari segala pembangunan dalam sebuah tata kepemerintahan adalah rakyat. Haktanah ulayat orang Manggarai memang secara langsung disinggung dalamkawasan perlindungan setempat yang disebut sebagai kawasan kearifan lokal.Namun dalam praktiknya semua yang direncanakan oleh Pemerintah dalamRTRW tidak terlaksana dalam proses pembangunannya. Konflik horisontal yangsering terjadi dalam masyarakat Manggarai terkait dengan perampasan tanahulayat dalam pembangunan Pemkab Manggarai terjadi karena pemerintah kurangmemastikan keududukan posisi tanah ulayat dalam keseluruhan RTRW.Dalam konteks pembangunan, perencanaan tata ruang perlumengakomodasi kearifan lokal dan struktur ruang serta pola ruang kearifan lokalorang Manggarai. Dalam hal ini, pola tata ruang perlu memperhatikan tanahulayat (gendang one lingko peang) orang Manggarai. Perencanaan tata ruangtidak boleh mengalihfungsikan tanah ulayat. Dalam kenyataannya, tanah ulayatyang sebenarnya merupakan hak masyarakat difungsikan sebagai lahan tambang.Pengolahan tambang di atas tanah ulayat membawa pelbagai dampak buruk dalamkehidupan orang Manggarai.
o ociety, and it is inherited from the ancestor and will grow an importantvalue and finally it is conceived as the human effort in using their thinking to actand to stand an attention with one object or event in society.Manggarai is a region that until now still maintaining their culture valueand local genious and holding on their culture traditional inheritance. Thefamous idiom of Manggaraian people is gendang one lingko peang, to describethe close relation between two spaces of culture namely house (gendang) andcommunity land (lingko).In this case, The community land is prized as communityproperty that should be maintained. This respect is materialized in generalagreement to not to sell the land community, not to desctruct the land, except touse it as the productive land like farming area. Along with capitalism expansion,the existence of community land as a local genious in Manggarai is in danger.So, where is the position of community adat land in RTRW of Manggarairegency?In RTRW, position of community adat land is not so clear, whereas thetarget of all development by government in RTRW it should be for the benefit ofsociety. Indeed, the right of community adat land of Manggaraian society haspointed directly in local protection area that called local genious area. But inreality, most of thegovernment’s programin RTRW do not run well. The horizontalconflict in society in grabbing the community land is an effect of wrongdesignation of government in ensuring the position of land community.In the context of development, the RTRW must embrace the existence oflocal genious of Manggaraian people and stucture and pattern of space. It isneccesarry, the pattern of lay-out must concern with community land (gendangone lingkon peang) of Manggaraian people. The planning of lay-out may notchange the function of community adat land. In fact, community adat land as theright of society used as the minning area. The designation of mining over thecommunity adat land has brought the bad impact to Manggarian people’s life.