Dampak perubahan iklim terhadap perkembangan penyakit malaria di indonesia 2016-2021
L Latar Belakang: Perubahan cuaca dan iklim yang didorong oleh pemanasan global berperan besar dalam meningkatnya kejadian malaria, terutama di daerah tropis seperti Indonesia. Peningkatan suhu mempercepat siklus hidup nyamuk Anopheles dan masa inkubasi parasit malaria, sehingga memperbesar risiko penularan penyakit ini.Metode: Penelitian ini menggunakan metode Cross Sectional dengan total sampling untuk menganalisis hubungan variabilitas iklim (suhu, kelembapan, curah hujan, kecepatan angin) terhadap kasus malaria di 10 provinsi Indonesia selama 2016-2021. Analisis data dilakukan menggunakan regresi linear sederhana melalui SPSS, dengan signifikansi ditentukan pada p < 0,05.Hasil: Analisis regresi linear sederhana menunjukkan bahwa suhu memiliki hubungan signifikan dengan kejadian malaria di hampir semua provinsi, dengan korelasi tertinggi di Papua (r = 0,673) dan Nusa Tenggara Timur (r = 0,669). Kelembapan juga berhubungan signifikan dengan kejadian malaria, terutama di Papua dengan koefisien regresi tertinggi (86,794). Sebaliknya, curah hujan dan kecepatan angin tidak menunjukkan hubungan signifikan di sebagian besar provinsi, kecuali di NTT dan Gorontalo untuk curah hujan. Variabilitas suhu dan kelembapan lebih berpengaruh dalam mendukung penyebaran nyamuk Anopheles sebagai vektor malaria dibandingkan curah hujan dan kecepatan angin.Kesimpulan: Suhu memiliki hubungan signifikan dengan kejadian malaria di 10 provinsi. Kelembapan juga menunjukkan korelasi positif dengan kejadian malaria, meningkatkan risiko penularan melalui vektor nyamuk. Sebaliknya, curah hujan hanya memengaruhi kejadian malaria di beberapa provinsi, sedangkan kecepatan angin tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.
B Background: Weather and climate changes driven by global warming play a major role in the increasing incidence of malaria, especially in tropical regions such as Indonesia. Increased temperatures accelerate the life cycle of Anopheles mosquitoes and the incubation period of malaria parasites, increasing the risk of disease transmission.Methods: This study used Cross Sectional method with total sampling to analyze the relationship of climate variability (temperature, humidity, rainfall, wind speed) to malaria cases in 10 Indonesian provinces during 2016-2021. Data analysis was performed using simple linear regression through SPSS, with significance determined at p < 0.05.Results: Simple linear regression analysis showed that temperature had a significant association with malaria incidence in 10 provinces, with the highest correlations in Papua (r = 0.673) and East Nusa Tenggara (r = 0.669). Humidity was also significantly associated with malaria incidence, especially in Papua with the highest regression coefficient (86.794). In contrast, rainfall and wind speed showed no significant association in most provinces, except in NTT and Gorontalo for rainfall. Temperature and humidity variability are more influential in supporting the spread of Anopheles mosquitoes as malaria vectors than rainfall and wind speed.Conclusion: Temperature has a significant relationship with malaria incidence in 10 provinces. Humidity also shows a positive correlation with malaria incidence, increasing the risk of transmission through mosquito vectors. In contrast, rainfall only affects malaria incidence in several provinces such, while wind speed does not show a significant relationship.