DETAIL KOLEKSI

Pemanfaatan biji asam jawa (tamarindus indica) sebagai biokoagulan pada pengolahan limbah cair tempe (studi kasus: industri tempe semanan, jakarta barat)


Oleh : Sarira Apsarini Sarwahita

Info Katalog

Penerbit : FALTL - Usakti

Kota Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 2023

Pembimbing 1 : Widyo Astono

Pembimbing 2 : Sarah Aphirta

Subyek : Liquid waste treatment

Kata Kunci : Tempeh liquid waste, tamarind seed biocoagulant, stirred batch reactor

Status Posting : Unpublished

Status : Lengkap

I Industri tempe skala rumah tangga di Kawasan Industri Semanan berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan perairan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui efektivitas dari biokoagulan biji asam jawa dalam mengolah limbah cair tempe. Kegiatan penelitian ini dimulai dari pengambilan sampel limbah cair tempe, pembuatan larutan biokoagulan biji asam jawa, analisis jartest, dan pengujian dengan reaktor batch berpengaduk. Variasi dosis biokoagulan pada penelitian ini yaitu 0, 10, 20, 30, 50, 70, 100, 500, 600, dan 700 mg/L. Variasi waktu pengadukan koagulasi pada penelitian ini yaitu 1, 2, 3 menit dan flokulasi yaitu 15, 30, 45 menit. Variabel tetap pada penelitian ini yaitu kecepatan koagulasi 150 rpm, flokulasi 80 rpm, dan waktu sedimentasi 60 menit. Biokoagulan biji asam jawa mampu menurunkan kekeruhan pada dosis 500 mg/L menjadi 280,5 NTU atau sebanyak 69%. Biokoagulan biji asam jawa mampu menurunkan nilai BOD, COD, dan TSS pada waktu pengadukan koagulasi 3 menit dan flokulasi 45 menit. Parameter BOD menurun 78% menjadi 273,3 mg/L, COD menurun 45% menjadi 3520 mg/L, TSS menurun 61% menjadi 236 mg/L, dan nilai pH menurun menjadi 3,77. Efluen cair hasil pengujian dengan reaktor batch berpengaduk belum memenuhi baku mutu dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014. Pengujian dengan reaktor menggunakan kecepatan putar koagulasi 100 rpm selama 1 menit dan flokulasi 40 rpm selama 10 menit dengan gradien kecepatan koagulasi 54.000 dan flokulasi 30.000. Hasil penelitian menunjukkan efluen cair kurang optimal jika dijadikan pupuk cair karena terdapat parameter yang tidak memenuhi baku mutu dari Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 261 Tahun 2019.

T The household-scale tempeh industry in the Semanan Industrial Estate has the potential to hurt the aquatic environment. This study aims to determine the effectiveness of tamarind seed biocoagulant in processing tempeh liquid waste. This research activity starts by sampling tempeh liquid waste, making tamarind seed biocoagulant solution, jartest analysis, and testing with a stirred batch reactor. Biocoagulant dose variations in this study were 0, 10, 20, 30, 50, 70, 100, 500, 600, and 700 mg/L. The variation in coagulation stirring time in this study was 1, 2, and 3 minutes and flocculation was 15, 30, and 45 minutes. The fixed variables in this study were a coagulation speed of 150 rpm, a flocculation of 80 rpm, and a sedimentation of 60 minutes. Tamarind seed biocoagulant was able to reduce turbidity at a dose of 500 mg/L to 280.5 NTU or as much as 69%. Tamarind seed biocoagulant was able to reduce BOD, COD, and TSS values at 3 minutes of coagulation stirring time and 45 minutes of flocculation. BOD parameters decreased by 78% to 273.3 mg/L, COD decreased by 45% to 3520 mg/L, TSS decreased by 61% to 236 mg/L, and pH values decreased to 3.77. The liquid effluent tested with a stirred batch reactor has not met the quality standards of the Regulation of the Minister of Environment of the Republic of Indonesia Number 5 of 2014. Tests with reactors used a coagulation rotational speed of 100 rpm for 1 minute and flocculation of 40 rpm for 10 minutes with a coagulation speed gradient of 54,000 and a flocculation of 30,000. The results showed that liquid effluent is less optimal if used as liquid fertilizer because there are parameters that do not meet the quality standards of the Decree of the Minister of Agriculture of the Republic of Indonesia Number 261 of 2019.

Bagaimana Anda menilai Koleksi ini ?