Analisis yuridis fiktif positif pada peradilan tata usaha negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 (studi kasus putusan peninjauan kembali nomor 175 PK/TUN/2016)
K Keputusan disebut fiktif karena sikap diam badan atau pejabat TUN yang tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon sedang itu menjadi kewajibannya maka hal itu disamakan dengan keputusan TUN. Munculnya UU Administrasi Pemerintahan membawa perubahan pada hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara karena keputusan fiktif positif yang dikenal dalam UU Administrasi Pemerintahan bertentangan dengan keputusan fiktif negatif yang dikenal dalam UU Peradilan TUN. Permasalahannya adalah bagaimana penerapan fiktif positif yang dikenal dalam UU Administrasi Pemerintahan jika suatu pemohon mengajukan permohonan untuk mendapatkan keputusan tetapi tidak ada respon atau tindakan Pejabat TUN. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian secara normatif, dengan penelitian yang bersifat deskriptif, menggunakan data sekunder, cara pengumpulan data dengan studi kepustakaan, analisis data secara kualitatif, dan penarikan kesimpulan dengan metode deduktif. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1) Pada permohonan keputusan yang diajukan oleh pemohon kepada Pejabat TUN yang tidak melakukan tindakan atas kewenangannya tersebut, maka pemohon harus mengajukan permohonan ke Pengadilan untuk memperoleh putusan guna mendapatkan keputusan dari Pejabat TUN, 2) Putusan Peninjauan Kembali Nomor 175 PK/TUN/2016 bertentangan dengan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dan PERMA Nomor 5 Tahun 2015 karena amarnya yang mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali sehingga membatalkan putusan Pengadilan TUN yang memerintahkan Pejabat TUN untuk menerbitkan keputusan atas permohonan PT Coalindo Utama yang telah memiliki kelengkapan syarat.