Perancangan komplek peribadatan di ibu kota nusantara dengan pendekatan arsitektur tropis
P Pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia dari kota Jakarta menuju Kalimantan Timur telah direncanakan agar dapat menjadi katalis pembangunan di wilayah Kalimantan. Beriringan dengan pemindahan ibu kota negara baru, pemerintah Indonesia turut membangun infrastruktur modern yang akan menghubungkan kota di Kalimantan Timur dan ibu kota negara baru. Dalam perancangan Ibu Kota Nusantara yang baru, keterlibatan Pancasila sebagai landasan dari gagasan desain ditunjukkan dengan adanya Sumbu Kebangsaan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) memiliki makna filosofis yang menunjukkan bahwa kesejahteraan berasal dari tiga buah keharmonisan, yaitu manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan manusia dengan manusia. Fungsi utama dari bangunan ibadah di Kompleks Peribadatan di Ibu Kota Nusantara adalah sebagai tempat untuk beribadah, dan sebagai ikon toleransi antar umat beragama di Indonesia. Bangunan didesain dengan sifat monumental sehingga tampak mencolok di Kawasan Ibu Kota Nusantara, selain itu, penempatan bangunan menyesuaikan kontur, sehingga menghindari terjadinya cut and fill yang berlebih.
T The relocation of Indonesia\\\'s capital city from Jakarta to East Kalimantan has been planned so that it can be a catalyst for development in the Kalimantan region. Along with the moving of the new capital city , the Indonesian government is also building modern infrastructure that will connect the city in East Kalimantan and the new capital city. In the design of the new Indonesian Capital City, the involvement of Pancasila as the basis of the design idea is demonstrated by the existence of the National Axis of the Core Central Government Area, which has a philosophical meaning that shows that prosperity comes from three harmony, namely humans with God, humans with nature and humans between humans. The main function of the worship building in the Worship Complex in the Indonesian capital is as a place for worship and as an icon of tolerance between religious communities in Indonesia. The building is designed with a monumental nature so that it looks striking in the Archipelago Capital Region. Apart from that, the placement of the building adjusts to the contour, thereby avoiding excessive cut and fill.