Analisis yuridis terhadap putusan ultra petitum pada peninjauan kembali mahkamah agung no. 326 PK/Pdt/2015 dalam perkara wanprestasi success fee antara Tjahjono Soehardi melawan Budi Soesetijo, S.H.
D Dalam suatu persidangan hakim dilarang untuk memberikan putusan yang mengabulkan apa yang tidak dimintakan atau dituntut dan/ atau mengabulkan melebihi apa yang tidak dimintakan oleh Penggugat (Ultra Petitum), namun demikian masih ada saja hakim yang memberikan atau mengabulkan putusan yang tidak diminta atau dituntut oleh penggugat. Pokok permasalahan dalam skripsi ini 1) apakah asas ultra petitum diatur dalam hukum acara perdata Indonesia? 2) apakah tindakan Majelis Hakim Agung dalam perkara No.326 PK/Pdt/2015 yang telah mengabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut termasuk dalam ultra petitum yang diperbolehkan oleh hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia?. Untuk menjawab permasalahan dilakukan penelitian secara yuridis normatif, bersifat deskriptif, digunakan data sekunder, pengelohan secara kualitatif, penarikan kesimpulan menggunakan logika deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) ketentuan ultra petita diatur dalam Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR serta padanannya dalam Pasal 189 ayat (2) dan (3) Rbg yang melarang seorang hakim untuk memutuskan apa yang tidak dituntut oleh penggugat, 2) Tindakan Majelis Hakim Agung dalam perkara No.326 PK/Pdt/2015 yang telah mengabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut termasuk dalam ultra petitum sehingga sudah selayaknya dibatalkan karena telah terjadi putusan “Ultra Petita†(putusan yang melebihi dari tuntutan /gugatan) seperti yang diatur dalam Pasal 178 ayat (3) HIR dan Pasal 189 ayat (3) RBg.