DETAIL KOLEKSI

Studi laboratorium pengaruh suhu pada karakteristik surfaktan abs dan mes serta efeknya pada recovery factor di batuan sandstone


Oleh : Putra Pratama

Info Katalog

Penerbit : FTKE - Usakti

Kota Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 2024

Pembimbing 1 : Pauhesti Rusdi

Pembimbing 2 : Havidh Pramadika

Kata Kunci : ABS, Phase Behaviour, MES, Coreflooding , Surfactant, Recovery factor

Saat ini file hanya dapat diakses dari perpustakaan.

Status : Lengkap

P Penurunan perolehan minyak di Indonesia merupakan polemik masalah yang harus dihadapi pada masa sekarang, hal tersebut tidak lepas dari banyaknya lapangan minyak yang sudah tidak mampu berproduksi, sedangkan kebutuhan energi minyak bumi di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Adapun salah satu metode yang dapat dilakukan adalah metode Enhanced Oil Recovery (EOR) yang merupakan produksi minyak tahap lanjut dimana perlu dilakukan pada lapangan minyak dengan kandungan minyak yang masih tinggi. EOR juga dapat membantu mengurangi dampak lingkungan dari aktivitas pengeboran minyak. Dengan meningkatkan efisiensi produksi, EOR dapat mengurangi jumlah sumur yang harus dibor dan mengurangi polusi yang dihasilkan dari aktivitas pengeboran. Dalam jangka panjang, EOR dapat membantu meningkatkan ketersediaan minyak di Indonesia dan mengurangi ketergantungan pada impor minyak. Injeksi kimia, khususnya surfaktan merupakan bagian dari metode tersebut. Terdapat beberapa jenis surfaktan yang umum digunakan seperti surfaktan anionik yaitu Alkyl Benzene Sulphonate (ABS) dan methyl ester sulfonate (MES) karena beberapa alasan yaitu surfaktan anionik memiliki kemampuan adsorpsi yang relatif rendah pada batu pasir, dapat membentuk emulsi yang baik serta larutan yang stabil. Pada penilitian ini menggunakan surfaktan dengan konsentrasi 0,5; 0,7; 0,9; 1,1; 1,3% dan salinitas brine 9000 ppm. Setelah proses pembuatan larutan brine dan surfaktan, penelitian dilanjutkan dengan uji karakteristik fisik fluida mencakup pengukuran terhadap specific gravity (SG), densitas dan viskositas. Pengukuran SG dan densitas meggunakan alat densitometer, sedangkan untuk pengukuran viskositas menggunakan viscometer ostwald. Pada uji karakteristik fluida diperoleh kesimpulan bahwa pada pengukuran specific gravity, viskositas dan densitas untuk surfaktan ABS dan MES mengalami peningkatan setiap kenaikan konsentrasi dari surfaktan tersebut. Tetapi, saat ada peningkatan temperatur dari60 ke 80ºC pengukuran dari specific gravity, viskositas dan densitas mengalami penurunan yang cukup signifikan. Setelah itu dilanjutkan dengan uji aqueous yang dilakukan selama tiga hari dan hasil yang diperoleh adalah surfaktan ABS dan MES tercampur dengan sempurna pada brine 9000 ppm. Penelitian dilanjutkan dengan uji kelakuan fasa yang dilakukan selama 21 hari dengan tetap menggunakan dua kondisi suhu yaitu pada 60 dan 80ºC. Pengujian kelakuan fasa pada hari ke-21 menunjukkan bahwa pada kondisi 60ºC surfaktan ABS dan MES menunjukkan emulsi fasa tengah (winsor III) pada konsentrasi 1,1 dan 1,3%, sedangkan pada suhu 80ºC tidak terbentuk emulsi. Setelah itu dilanjutkan dengan pengujian IFT, dimana sampel yang digunakan adalah surfaktan MES 1,3% pada kondisi 60ºC. Sampel tersebut dipilih dengan alasan karena memiliki emulsi fasa tengah terbesar saat pengujian kelakuan fasa, adapun nilai IFT yang diperoleh adalah 6,51E-01 mN/m. Sebelum lanjut pada proses flooding sampel batuan (core) perlu untuk diukur dulu karakteristiknya mencakup diameter, tinggi, beratkering, volume bulk dan porositas. Setelah itu sampel batuan disaturasi dengan brine 9000 ppm dan minyak ringan. Proses terakhir adalah flooding dengan menggunakan alat coreholder. Pada proses waterflooding, diinjeksikan brine 9000 ppm sebanyak 3 PV, pada proses surfactant flooding sebanyak 1 PV dan untuk proses post-flush sebanyak 3 PV brine 9000 ppm. Proses post-flush dilakukan dengan tujuan memastikan surfaktan yang diinjeksikan pada proses sebelumnya telah keluar semua. Dari pengujian flooding diperoleh nilai RF untuk water flooding sebesar 55% dan untuk proses surfactant flooding sebesar 5%.

T The depletion of oil reserves in Indonesia is a pressing issue that needs to be addressed. This problem is exacerbated by the numerous oil fields that have become unproductive, while Indonesia\\\'s oil consumption continues to increase annually. One method that can be employed to address this issue is Enhanced Oil Recovery (EOR), which involves advanced oil production techniques that require injection into oil fields with high oil content. EOR can also help reduce the environmental impact of oil drilling activities by increasing efficiency and reducing the number of wells that need to be drilled and the pollution generated. In the long term, EOR can help increase oil availability in Indonesia and reduce dependence on oil imports. Chemical injection, particularly surfactants, is a part of this method. There are several types of surfactants commonly used, such as anionic surfactants like Alkyl Benzene Sulphonate (ABS) and methyl ester sulfonate (MES). These surfactants have relatively low adsorption capacity on sandstone, can form good emulsions, and are stable in solution. In this study, surfactants were used at concentrations of 0.5, 0.7, 0.9, 1.1, and 1.3% and brine salinity of 9000 ppm. After preparing the brine and surfactant solutions, the study continued with physical fluid characterization tests, including measurements of specific gravity (SG), density, and viscosity. The measurements of SG and density were performed using a densitometer, while viscosity was measured using an Ostwald viscometer. The results of the fluid characterization tests showed that the specific gravity, viscosity, and density of the surfactants ABS and MES increased with increasing surfactant concentration. However, when the temperature increased from 60 to 80°C, the measurements of specific gravity, viscosity, and density showed a significant decrease. The study was then continued with an aqueous test conducted over three days, which showed that the surfactants ABS and MES mixed perfectly with the brine at 9000 ppm. The study was then continued with a phase behavior test conducted over 21 days, using two temperature conditions, 60 and 80°C. The phase behavior test on the 21st day showed that at 60°C, surfactants ABS and MES exhibited a middle phase emulsion (Winsor III) at concentrations of 1.1 and 1.3%, while at 80°C, no emulsion was formed. After that, an interfacial tension (IFT) test was conducted, using a sample of MES at 1.3% concentration and 60°C. The sample was chosen because it had the largest middle phase emulsion during the phase behavior test, and the IFT value obtained was 6.51E-01 mN/m. Before proceeding with the flooding process on the rock core, the core\\\'s characteristics needed to be measured, including diameter, height, dry weight, bulk volume, and porosity. After that, the core was saturated with brine at 9000 ppm and oil at 45° . The final step was flooding using a coreholder. During the waterflooding process, 3 PV of brine at 9000 ppm were injected, followed by 1 PV of surfactant and 3 PV of brine at 9000 ppm for the post-flush process. The post-flush process was done to ensure that all surfactants injected in the previous process had been fully removed. The results of the flooding test showed a recovery factor (RF) of 55% for waterflooding and 5% for surfactant flooding

Bagaimana Anda menilai Koleksi ini ?