rekonstruksi wewenang lembaga pemberi rehabilitasi bagi pecandu narkotika dalam perspektif politik hukum narkotika
P Penulisan Abstrak Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Trisakti dengan judul: “rekonstruksi wewenang lembaga pemberi rehabilitasi bagi pecandu narkotika dalam perspektif politik hukum narkotikaâ€, NIM 210160006, oleh Dedi Herdiana, adalah sebagai berikut: Pertama, Tujuan Penulisan adalah untuk menyelidiki, menganalisis praktik pemberian rehabilitasi bagi pecandu narkotika oleh lembaga penegakan hukum narkotika dan menemukan rekonstruksi kewenangan lembaga pemberi rehabilitasi bagi pecandu narkotika dalam perspektif politik hukum narkotika. Kedua, Ruang Lingkup penulisan disertasi ini merupakan lingkup studi hukum pidana dengan fokus kajian adalah penegakan hukum narkotika, khususnya berkenaan dengan praktik pemberian tindakan rehabilitasi oleh aparat penegak hukum. Ketiga, Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian penelitian socio-legal dengan memadukan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan sosiologis. Keempat, Ringkasan Hasil, bahwa UU Narkotika secara atributif memberikan wewenang kepada lembaga peradilan melalui hakim untuk memutuskan atau menetapkan seseorang untuk diberikan rehabilitasi. Namun dalam praktiknya, baik BNN maupun Kepolisian memaknainya sebagai kewenangan diskresionernya sendiri untuk memberikan rehabilitasi atau tidak kepada pengguna narkotika. Praktik pemberian rehabilitasi oleh lembaga penegak hukum saat ini belum menjamin perlindungan hukum bagi pengguna narkotika sebagai korban dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Praktik pemberian rehabilitasi oleh penegak hukum tidak hanya diimplementasikan secara berbeda, namun juga tidak sejalan dengan kehendak politik hukum narkotika. Dalam UU Narkotika, tidak ditemui adanya norma yang substansinya memberikan delegasi wewenang kepada lembaga penegak hukum lainnya di luar lembaga peradilan seperti Polri maupun BNN untuk memberikan rehabilitasi kepada pecandu narkotika. Justru yang ada hanya lembaga peradilan- lah sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang untuk memberikan rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika, melalui instrumen putusan dan penetapan. Tindakan pemberian rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika sesungguhnya tidak berada pada ruang diskresioner penyidik, karena berada pada ruang wewenang yang jelas ditentukan oleh undang- undang. Kelima, Simpulan, bahwa UU Narkotika pada dasarnya memberikan wewenang kepada lembaga peradilan melalui hakim untuk memutuskan atau menetapkan seseorang untuk diberikan rehabilitasi. Namun dalam praktiknya, baik BNN maupun Kepolisian memaknainya sebagai kewenangan diskresionernya sendiri untuk memberikan rehabilitasi atau tidak kepada pengguna narkotika. Praktik pemberian rehabilitasi yang demikian hendaknya dikembalikan sesuai kehendak UU Narkotika. Oleh karena itu, dalam rangka pembaruan hukum narkotika ke masa mendatang, praktik pemberian rehabilitasi yang demikian harus direkonstrusikan berdasarkan politik hukum yang dikehendaki UU Narkotika, di mana hakim yang berwenang untuk memberikan rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika