Kontestasi fatwa- fatwa zakat dan implementasinya pada organisasi pengelola zakat dalam perspektif tawhidi
T Tujuan- Disertasi ini mengkontestasikan dan menganalisis fatwa-fatwa zakat yang di keluarkan lembaga fatwa Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Majelis Ulama Indonesia pada periode 1926-2022 dalam merespon isu kontemporer terkait pengumpulan, pendistribusian, pengelolaan, dan zakat produktif serta implementasinya pada program pendayagunaan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yaitu LAZISMU, LAZISNU dan IDF. Metode - Menggunakan metode kombinasi (mix methode), menggabungkan metode kualitatif dan kuantitatif. Dengan pendekatan Tawhidi StringRelation (TSR), komparatif Irene Bloemraad, dan teori implementasi George Edward III serta indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dari KemenPAN & RB Nomor 14 Tahun 2017 untuk mengukur mutu implementasinya. Data primer diperoleh dari kuesioner skala likert dengan responden 40 orang amil dari LAZISMU, LAZISNU dan IDF serta wawancara dengan informan, diantaranya dari subdit zakat dan wakaf Kementerian Agama RI, BAZNAS, dari unsur lembaga fatwa Muhammadiyah, NU, MUI, dari unsur LAZISMU, LAZISNU, IDF, dan expert. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui kajian pustaka, observasi, serta dokumen internal organisasi. Temuan- Dalam rentang waktu 96 tahun (1926–2022) lembaga fatwa Muhammadiyah, NU dan MUI telah mengeluarkan 158 fatwa-fatwa zakat. Secara kuantitatif angka ini cukup banyak namun dari sisi produktivitas masih lamban dalam menjawab persoalan zakat kontemporer. Adanya prosedur yang ketat membuat percepatan lahirnya fatwa tidak cukup memadai untuk merespon setiap perkembangan sosial yang terjadi.Ketiga lembaga fatwa tersebut memiliki cara, metode, produk dan forum pengambilan keputusan tersendiri. Sudah ada upaya saling merujuk antara lembaga fatwa, dan pada forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ketiganya bertemu, Namun sosialisasi fatwa-fatwa zakat masih kurang, dan belum terorganisasi. Terkait pengumpulan, pendistribusian dan pengelolaan zakat, secara substansi fatwa zakat yang dihasilkan ketiganya hampir sama, perbedaan terlihat dalam menyikapi asnaf sabilillah dan pendistribusian zakat fitrah. Fatwa zakat produktif yang ada sudah cukup memadai sebagai acuan dan dasar operasional pendayagunaan zakat produktif, namun implementasinya masih mengalami kendala disebabkan kurangnya sumber daya amil yang kompeten, infrastruktur kurang memadai dan regulasi yang belum sejalan dengan spirit zakat produktif. Ada kecenderungan OPZ bentukan ormas lebih mematuhi fatwa zakat yang dikeluarkan oleh lembaga fatwa induk ormasnya, kecuali untuk fatwa zakat produktif masih didominasi oleh fatwa-fatwa zakat MUI. Sementara itu tingkat mutu implementasi fatwa- fatwa zakat pada OPZ pada katagori (C) kurang baik, dengan nilai indeks kepuasan masyarakat (IKM) 74,75. Kurangnya perhatian pada faktor komunikasi, sumber daya amil, disposisi dan struktur birokrasi menyebabkan fatwa-fatwa zakat kurang terimplementasi di OPZ terlebih di tengah-tengah masyarakat. Implikasi teoritis –Penelitian ini memperkuat penelitian Hooker(2003), Qoyyim (2000), Masudul Alam Choudhury (2014), dan Hilman Latief (2022). Namun penelitian ini berbeda dan berkembang dari penelitian Hilman Latief (2019). Penelitian ini membuktikan sudah ada komunikasi dan upaya saling merujuk antara lembaga fatwa Muhammadiyah, NU dan MUI. Sudah ada forum silaturrahim tahunan Dewan Pengawas Syariah (DPS) Lembaga Amil Zakat Kontestasi fatwa- fatwa zakat dan implementasinya pada organisasi pengelola zakat dalam perspektif tawhidiErni Juliana Al Hasanah Nasution Nasional (LAZNAS) yang disebut “Muntada Sanawiâ€. OPZ bentukan ormas juga mengunakan fatwa MUI selain fatwa zakat yang dikeluarkan oleh lembaga fatwa ormasnya. Disamping itu peran Komisi Fatwa MUI bertambah sebagai lembaga yang diberikan kewenangan berdasarkan Perbaznas nomor 3/2019 untuk memberikan rekomendasi pada Dewan Pengawas Syariah (DPS) Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan saat ini MUI juga melakukan pengelolaan zakat melalui IDF. Namun demikian dengan teori implementasi George Edward III dan IKM dari KemenPAN & RB Nomor 14 Tahun 2017, penelitian ini menunjukkan perlunya perhatian pada faktor komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi untuk dikembangkan pada penelitian berikutnya. Implikasi praktis– Terimplementasinya fatwa-fatwa zakat dapat (1)Meningkatkan literasi masyarakat yang dapat mendorong niat masyarakat membayar zakat; (2) Menambah kompetensi amil zakat; (3) Meningkatkan performance kepatuhan syariah OPZ dalam mengelola zakat; (4) Mendorong lembaga fatwa untuk terus memproduksi fatwa-fatwa zakat yang progresif dan inovatif sesuai syariat Islam dan perkembangan zaman; (5) Mendorong Muhammadiyah, NU, dan MUI bahwa fatwa-fatwa zakat yang dihasilkan akan bertambah manfaatnya bila disosialisasikan dan diimplementasikan; (6) Sebagai pedoman dan landasan operasional bagi BAZNAS sebagai lembaga yang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional; (7)sebagai acuan bagi Kementerian Agama RI dalam menjalankan audit syariah pada OPZ; dan (8) sebagai referensi bagi pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan tentang zakat.
O Objectives - This dissertation contestations and analyzes fatwas on zakat issued by the Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, and The Council of Indonesia Ulama in the period 1926-2022 in response to contemporary issues related to the collection, distribution, management, and productive zakat and its implementation in zakat management organization (OPZ), namely LAZISMU, LAZISNU and IDF. Method - Using a mixed method, combining qualitative and quantitative methods. Using the Tawhidi String Relation (TSR) approach, Irene Bloemraad's comparative teori, George Edward III's implementation theory, and the Community Satisfaction Index (IKM) from KemenPAN & RB Number 14 of 2017 to measure the quality of its implementation. Primary data was obtained from a Likert scale questionnaire with 40 amil respondents from LAZISMU, LAZISNU and IDF, as well as interviews with informants, including from the zakat and waqf sub-directorate of the Indonesian Ministry of Religion, BAZNAS, from elements of fatwa institutions of Muhammadiyah, NU and MUI, from elements of LAZISMU, LAZISNU, IDF, and expert. Meanwhile, secondary data was obtained through literature review, observation, and internal organizational documents. Findings - Within 96 years (1926–2022), the Muhammadiyah, NU and MUI fatwa institutions have issued 158 zakat fatwas. Quantitatively this figure is quite a lot, but from a productivity standpoint, it is still slow in responding to contemporary zakat issues.The existence of strict procedures makes the acceleration of the birth of a fatwa not sufficient enough to respond to every social development that occurs.The three fatwa institutions have their ways, methods, products and decision-making forums. There have been efforts to refer each other between fatwa institutions, and at the Ijtima Ulama of Fatwa Commissions throughout Indonesia,, the three of them met. However, the socialization of zakat fatwas still needs to be improved and organized. Regarding the collection, distribution, and management of zakat, in substance, the zakat fatwas produced by the three are almost the same; differences can be seen in addressing asnaf sabilillah and distribution of zakat fitrah. The existing productive zakat fatwa is adequate as a reference and operational basis for utilizing productive zakat. However, its implementation is still experiencing problems due to the lack of competent amil resources, inadequate infrastructure, and regulations needing to align with the spirit of productive zakat. There is a tendency for OPZs formed by mass organizations that have fatwa institutions to comply more with the zakat fatwas issued by its parent organization's fatwa institution, except for productive zakat fatwas, which are still dominated by MUI zakat fatwas.Meanwhile, the quality level of implementation of zakat fatwas on OPZ in category (C) is not good, with a community satisfaction index (IKM) value of 74.75. The lack of attention to communication factors, amil resources, disposition, and bureaucratic structure has resulted in the less implementation of zakat fatwas not being implemented in OPZ, especially amid society. Theoretical implications – This study reinforces the research of Hooker (2003), Qoyyim (2000), Masudul Alam Choudhury (2014), and Hilman Latief (2022). However, this research differs and develops from Hilman Latif's (2019). This research proves there has been communication and efforts to refer to each other between the fatwa institutions of Muhammadiyah, NU and MUI. There is already an annual gathering forum for the Sharia Supervisory Board (DPS) of the National Amil Zakat Institution (LAZNAS) called "Muntada Sanawi." The OPZ formed by the mass organization also uses the MUI fatwa beside the zakat fatwa issued by the organization's fatwa institution. Besides that, the role of the MUI Fatwa Commission has increased as an institution that is authorized based on Perbaznas number 3/2019 to provide recommendations to the Sharia Supervisory Board (DPS) for the Amil Zakat Institution (LAZ), and currently, MUI also manages zakat through the IDF. However, with the implementation theory of George Edward III and IKM from KemenPAN & RB Number 14 of 2017, this study shows the need for attention to communication factors, resources, dispositions, and bureaucratic structures to be developed in subsequent research. Practical implications - The implementation of zakat fatwas can (1) increase community literacy which can encourage people's intention to pay zakat; (2) Increase the competence of amil zakat; (3) Improve the performance of OPZ sharia compliance in managing zakat; (4) Encouraging fatwa institutions to continue to produce progressive and innovative zakat fatwas according to Islamic law and the times; (5) Encouraging Muhammadiyah, NU, and MUI that the resulting zakat fatwas will increase their benefits if socialized and implemented; (6) As a guideline and operational basis for BAZNAS as an institution that performs the task of managing zakat nationally; (7) as a reference for the Indonesian Ministry of Religion in carrying out sharia audits on OPZ; and (8) as a reference for the government in making policies regarding zakat.