Reformasi sistem konstitutif pada indikasi geografis sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat
I Indikasi Geografis (IG) selalu berkaitan dengan asal barang. IG diatur melalui tiga ketentuan hukum yaitu: Undang-Undang No 14 tahun 1997 tentang Merek; Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek; Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Sejak semula norma perlindungan IG pengaturannya menjadi satu dengan merek dan tidak berdiri sendiri atau sui generis, dengan melekatkan nama IG dengan asal daerah dan barang. Kemudian, produk IG bereputasi, berkarakter dan berkualitas. Potensi produk IG sangat besar. Indonesia memiliki 34 Provinsi dengan produk pertanian/perkebunan, kerajinan tangan, tenun dan masih banyak lagi. Perlu didorong peran Pemerintah Daerah dan Masyarakat untuk melindungi IG dari daerahnya. Titik masuk adalah peran hukum untuk mendorong peningkatan perlindungan IG yang bergerak ke arah peningkatan kesejahteraan. Perlindungan IG hanya melalui satu pintu, yaitu sistem konstitutif atau penerapan first to file. Sampai tahun 2020, IG Indonesia hanya berjumlah 88. Indonesia masih kalah dari Thailand dan Malaysia. Sistem konstitutif membutuhkan sumber daya kompetensi dan dana yang tidak sedikit, sehingga peningkatan jumlah IG dan kesejahteraan belum terealisasi. Untuk mengarahkan penelitian, penulis merumuskan permasalahan yaitu:1) Mengapa Sistem Konstitutif Pada Indikasi Geografis Perlu Direformasi Sebagai Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat ? 2) Bagaimanakah Dampak Indikasi Geografis Pada Upaya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat? 3) Bagaimanakah Reformasi Sistem Konstitutif Pada Indikasi Geografis Untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat? Tujuan penelitian adalah 1) untuk menganalisis dan menemukan mengapa sistem konstitutif pada indikasi geografis perlu direformasi sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat; 2) untuk menganalisis dan menemukan pengaruh Indikasi Geografis pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat; 3) untuk menganalisis dan menemukan reformasi sistem konstitutif pada indikasi geografis untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ketiga permasalahan tersebut akan dianalisis berdasarkan teori sistem hukum dari Lawrence Meir Friedman yang memiliki tiga komponen yaitu, substansi, struktur dan budaya hukum yang dinilai pada dampak berupa peningkatan kesejahteraan. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian adalah yuridis sosiologis berbasis pada ilmu hukum normatif (peraturan perundang-undangan), mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja dalam masyarakat. Hasil penelitian: 1) sistem konstitutif pada IG perlu direformasi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena tidak terjadi percepatan dan penambahan Indikasi Geografis. Sistem konstitutif pada IG tidak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena sistem konstitutif belum bekerja sebagaimana mestinya. Elemen substansi tidak sesuai dengan masyarakat, struktur belum mampu memahami konsep hukum IG dan budaya hukum belum terbentuk. 2) Indikasi Geografis, berdampak positif dengan pengakuan terhadap IG. Ekonomi bertumbuh dan berkembang dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat bagi daerah setempat. 3) Reformasi sistem konstitutif menjadi sistem deklaratif pada Indikasi Geografis untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, karena tujuan hukum tidak tercapai dan fungsi hukum tidak bekerja. Pembaruan hukum perlindungan IG dari sistem konstitutif menjadi sistem deklaratif. Saran: 1) Mengubah ketentuan hukum berkaitan dengan Indikasi Geografis yang pada pokoknya berkaitan dengan pemberlakuan sistem deklaratif beserta penyesuaian peraturan pelaksana dan atau peraturan di bawahnya. 2) Penguatan Indikasi Geografis melalui model Pembentukan Lembaga/ atau badan yang menangani Indikasi Geografis sebagai HKI Komunal yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. Mengoptimalkan peran kelembagaan IG , MPIG dan Pemda. 3) Sosialisasi secara menyeluruh dan berkesinambungan harus terus diupayakan sampai ke pelosok tanah air. Memberikan edukasi kesadaran hukum ber IG. 4) Perlu MOU Internasional terkait batasan wilayah negara, antara Indonesia Malaysia dalam mendududukkan kepemilikan kekayaan komunal dan pemanfaatan ekonomi dan budaya atas IG seperti produk tenun Dayak Iban dan Beras Adan Krayan dengan Serawak Malaysia. 5) Perlu peningkatan peran Pemda bersama Masyarakat produsen dalam menemukan strategi penguatan organisasi pemilik Hak Indikasi Geografis oleh pihak terkait sebagai dampak positif pengakuan IG, memperoleh perlindungan hukum dan pemanfaatan IG dalam upaya pengembangan dan peningkatan IG untuk kesejahteraan masyarakat secara nyata. 6) Memberikan sarana untuk pencatatan dengan sifat sukarela, seperti kepemilikan kekayaan komunal lain dalam perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional dan Pengetahuan Tradisional. 7) Membangun kemitraan dengan perguruan tinggi setempat untuk pengelolaan dan pengembangan IG. Pelibatan akademisi akan membantu masyarakat pemilik IG untuk mampu menjaga kualitas dan reputasi produk serta meningkatkan pangsa ekspor.